LAREN-Hari ini dilaksanakan penyuluhan tentang kusta di desa Pelangwot Kecamatan Laren. Kusta yang juga dikenal dengan nama lepra atau penyakit Hansen adalah
penyakit yang menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir
pada saluran pernapasan atas, serta mata. Sistem saraf yang diserang
bisa menyebabkan penderitanya mati rasa.
Kusta disebabkan oleh
sejenis bakteri yang memerlukan waktu 6 bulan hingga 40 tahun untuk
berkembang di dalam tubuh. Tanda dan gejala kusta bisa saja muncul
setelah bakteri menginfeksi tubuh penderita selama 2 hingga 10 tahun.
Meskipun dulu sempat menjadi penyakit yang ditakuti, saat ini kusta
tergolong penyakit yang mudah diobati. Ironisnya, hingga saat ini
beberapa daerah di Indonesia masih dianggap sebagai kawasan endemik
kusta oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
Gejala Kusta
Gejala dan tanda kusta sukar diamati dan muncul sangat lambat. Beberapa di antaranya adalah:
- Mati rasa. Tidak bisa merasakan perubahan suhu hingga kehilangan sensasi sentuhan dan rasa sakit pada kulit.
- Pembesaran pembuluh darah, biasanya di sekitar siku dan lutut.
- Perubahan bentuk atau kelainan pada wajah.
- Hidung tersumbat atau terjadi mimisan.
- Muncul luka tapi tidak terasa sakit.
- Kerusakan mata. Mata menjadi kering dan jarang mengedip biasanya dirasakan sebelum muncul tukak berukuran besar.
- Lemah otot atau kelumpuhan.
- Hilangnya jari jemari.
WHO menggolongkan kusta menjadi dua jenis berdasarkan kondisi luka pada kulit penderita, yaitu:
- Paucibacillary. Ada luka kulit tanpa bakteri penyebab lepra pada bercak kusta di kulit.
- Multibacillary. Ada luka kulit dengan bakteri penyebab lepra pada bercak kusta di kulit.
Penyebab Kusta dan Faktor Risiko
Bakteri
Mycobacterium leprae
menjadi penyebab utama kusta. Bakteri ini tumbuh pesat pada bagian
tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki dan lutut.
M. leprae
termasuk jenis bakteri yang hanya bisa tumbuh berkembang di dalam
beberapa sel manusia dan hewan tertentu. Cara penularan bakteri ini
adalah melalui cairan dari hidung yang biasanya menyebar ke udara ketika
penderita batuk atau bersin.
Selain penyebab utamanya, ada juga
faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap
penyakit ini. Beberapa faktor risiko tersebut meliputi:
- Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung tangan. Beberapa di antaranya adalah armadilo dan simpanse afrika.
- Melakukan kontak fisik secara rutin dengan penderita kusta.
- Bertempat tinggal di kawasan endemik kusta.
- Menderita cacat genetik pada sistem kekebalan tubuh.
Diagnosis Kusta
Kebanyakan kasus kusta didiagnosis berdasarkan temuan klinis, karena
penderita biasanya bertempat tinggal di daerah yang minim peralatan
laboratorium. Bercak putih atau merah pada kulit yang mati rasa dan
penebalan saraf perifer (atau saraf yang terletak di bawah kulit dapat
teraba membesar bahkan terlihat) seringkali dijadikan dasar
pertimbangan diagnosis klinis. Pada kawasan endemik kusta, seseorang
bisa dianggap mengidap kusta apabila menunjukkan salah satu dari dua
tanda utama berikut ini:
- Adanya bercak pada kulit yang mati rasa.
- Sampel dari usapan kulit positif terdapat bakteri penyebab kusta.
Pengobatan Kusta
Mayoritas penderita kusta yang didiagnosis secara klinis akan diberi
kombinasi antibiotik sebagai langkah pengobatan selama 6 bulan hingga 2
tahun. Dokter harus memastikan jenis kusta serta tersedianya tenaga
medis yang mengawasi penderita untuk menentukan jenis, dosis antibiotik,
serta durasi pengobatan.Pembedahan umumnya dilakukan sebagai
proses lanjutan setelah pengobatan antibiotik. Tujuan prosedur
pembedahan bagi penderita kusta meliputi:
- Menormalkan fungsi saraf yang rusak.
- Memperbaiki bentuk tubuh penderita yang cacat.
- Mengembalikan fungsi anggota tubuh.
Risiko komplikasi kusta dapat terjadi tergantung dari seberapa cepat
penyakit tersebut didiagnosis dan diobati secara efektif. Beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi jika kusta terlambat diobati adalah:
- Mati rasa atau kebas. Kehilangan sensasi merasakan rasa sakit yang bisa membuat orang berisiko cidera tanpa menyadari dan rentan terhadap infeksi.
- Kerusakan saraf permanen.
- Otot melemah.
- Cacat progresif. Contohnya kehilangan alis, cacat pada jari kaki, tangan dan hidung.
sumber: alodokter.com/kusta