Jakarta, CNN Indonesia
--
Keberadaan stigma antibiotik sebagai 'obat dewa'
yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit kadang masih dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Padahal sebenarnya, antibiotik diciptakan bukan
untuk semua jenis penyakit.
"Antibiotik sebenarnya dibuat untuk
mencegah dan mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri," kata Dewi
Indriani, perwakilan badan kesehatan dunia (WHO) saat membuka World Antibiotic Awareness Week pertama kalinya di Indonesia di Mega Kuningan, kemarin.
Pekan kesadaran antibiotik dunia diselenggarakan oleh WHO guna
meningkatkan kesadaran publik atas penggunaan antibiotik yang selama ini
kerap disalah arti dan salah guna.
Dalam ilmu medis, penyebab
penyakit dapat datang dari berbagai sebab. Namun paling sering
disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri dikelompokkan sebagai makhluk
hidup karena dapat berkembang biak, sedangkan virus tidak dianggap
sebagai makhluk hidup karena tidak dapat bertahan hidup tanpa inang.
Permasalahannya,
bakteri yang berjumlah satu hingga tiga persen dari berat badan
masing-masing individu ini tidak semuanya menyebabkan penyakit. Dari
triliunan bakteri yang ada di dunia, hanya sedikit di antaranya
berbahaya bagi kesehatan.
Sedangkan keberadaan antibiotik yang
disalah gunakan dapat menimbulkan dampak yang berbahaya, mulai dari
membunuh bakteri baik yang berguna bagi kesehatan, hingga menimbulkan
resistensi atau kekebalan bagi bakteri yang seharusnya dapat mati karena
antibiotik.
"Angka resistensi atau kekebalan bakteri terhadap
antibiotik ini terjadi bukan hanya di Indonesia, tetapi di dunia," kata
Anis Karuniawati sekertaris Program Pengendalian Resistensi Mikroba
Kemeterian Kesehatan RI.
Antibiotik pertama kali dibuat oleh
Alexander Flemming pada 1928 dalam bentuk Penisilin. Penisilin kala itu
dibuat untuk membunuh bakteri penyebab pneumonia, meningitis, demam
tifoid, dan penyakit lainnya yang mewabah kala itu. Penisilin dibuat
secara massal sekitar 1940an, namun beberapa tahun kemudian terdapat
bakteri yang ditemukan kebal atas penisilin.
Secara umum, dalam
sebuah populasi bakteri yang menyebabkan penyakit, hanya terdapat
beberapa bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Namun, bila
menggunakan antibiotik yang tidak secara spesifik ataupun salah
penggunaan, antibiotik hanya akan membunuh bakteri yang sensitif dan
membiarkan bakteri yang resisten bertahan hidup hingga dapat berkembang
biak.
Bila sudah terlanjur banyak populasi bakteri yang resisten,
maka penggunaan antibiotik menjadi sia-sia. Bahkan tidak mungkin akan
menyebabkan tubuh menjadi ketergantungan.
Berdasarkan survei yang
dilakukan WHO pada 2005, sebesar 50 persen resep di berbagai fasilitas
kesehatan utama dan rumah sakit di Indonesia mengandung antibiotik.
Survey
Nasional Kementerian Kesahatan pada 2009 menyatakan bahwa antibiotik
banyak diresep untuk penyakit yang disebabkan virus, seperti diare.
Sedangkan 2013 lalu terungkap melalui Riset Kesehatan Dasar Indonesia
bahwa 86,1 persen masyarakat menyimpan antibiotik tanpa resep di rumah.
"Pasien
harus sadar bahwa antibiotik tidak dibuat untuk menyembuhkan semua
penyakit. Jangan menggunakan antibiotik untuk penyakit dari virus
seperti flu, batuk, pilek, muntah, dan diare tanpa darah," kata Nurul
Itqiyah Hariadi dari Medical Education Unit Fakultas Kedokteran Unika
Atma Jaya.
"Pasien juga mesti aktif dalam menanyakan dokter
tentang diagnosis dan obat yang diberikan. Bila enggan bertanya, pasien
juga dapat mencari dari sumber yang terpercaya." kata Nurul.
Kesadaran
akan pengaruh penyalahgunaan antibiotik menjadi semakin mendesak,
selain dapat memperkuat kekebalan bakteri penyebab penyakit terhadap
obat, penyakit menjadi semakin sulit disembuhkan sehingga meningkatkan
masa dan biaya perawatan, bukan tidak mungkin meningkatkan angka
kematian. (end/les)
sumber: cnnindonesia.com